Skip to main content

Perbaikan Moral Pelajar


Memperbaiki Perilaku dan Moralitas Pelajar Indonesia Pasca Ujian Nasional
Setiap bulan April-Mei di Indonesia terdapat sebuah agenda yang kecil  tetapi selalu diperbesar oleh berbagai kalangan, yakni Ujian Nasional atau yang lebih dikenal dengan UN. Mulai dari SD sampai SMA, ujian nasional ini seolah merisaukan mental murid-murid sekolah tingkat akhir di masing-masing jenjang pendidikan. Tapi UN ini bukan saja menjadi momok bagi mereka saja, tapi para guru pengajar, orang tua, hingga pada pemerintah khususnya pemerintah daerah sebagai ajang prestise terhadap kualitas pendidikan yang ada di daerahnya.
Sebagian besar siswa cenderung menganggap UN  sebagai sebuah ujian dan cobaan yang sangat berat yang seakan menjadi salah satu momok yang sangat mengerikan dalam bidang pendidikan. Mereka menganggap bahwa masa depan dan hidup mereka akan lebih baik hanya dengan hasil UN yang mereka capai. Sehingga banyak dari mereka yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya. Selain itu, karena tekanan yang begitu besar mereka menganggap bahwa setelah menempuh UN mereka seakan telah terbebas dari ujian dan beban yang begitu berat. Dan akibatnya terjadi tidak terkontrolnya moralitas dan perilaku yang dilakukan oleh para pelajar pasca UN. Hal ini jelas menjadi sesuatu yang patut mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak.
Perilaku dan moralitas yang ditunjukkan seorang pelajar merupakan bukti nyata dari hasil suatu sistem pendidikan. Perilaku dan moral menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan tiap-tiap orang, tiap bangsa. Selain itu perilaku dan moralitas pelajar merupakan gambaran nyata bagi kehidupan negara dimasa mendatang, karena pada dasarnya masa depan bangsa berada di pundak para pemuda dan kaum pelajar Karena pentingnya moral tersebut, ada yang mengungkapkan bahwa ukuran baik buruknya suatu bangsa tergantung kepada moral bangsa tersebut. Apabila bangsa tersebut moralnya hancur, maka akan hancurlah bangsa tersebut bersama moralnya. Memang, moral sangat penting bagi suatu masyarakat, bangsa dan umat. Kalau moral rusak, ketenteraman dan kehormatan bangsa itu akan hilang. Oleh karena itu, untuk memelihara kelangsungan hidup sebagai bangsa yang terhormat, maka perlu sekali memperhatikan pendidikan moral, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat (Komariah, 2011).
Menurut Thomas Lickona (Sutawi, 2010), ada 10 aspek degradasi moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa. Kesepuluh tanda tersebut adalah:
  1. meningkatnya kekerasan pada remaja
  2. penggunaan kata-kata yang memburuk
  3. pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan
  4. meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas
  5. kaburnya batasan moral baik-buruk,
  6. menurunnya etos kerja
  7. rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
  8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara
  9. membudayanya ketidakjujuran
  10. adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Meski dengan intensitas yang berbeda-beda, masing-masing dari  kesepuluh tanda tersebut tampaknya sedang menghinggapi negeri ini terutama pada diri seorang pelajar. Terbukti dewasa ini, banyak sekali tindakan tak terpuji dan tak sepatutnya dilakukan oleh seorang pelajar. Diantaranya adalah aksi coret-mencoret seragam, konvoi ugal-ugalan di jalan raya yang mengganggu lalu lintas, tawuran antar pelajar, dan bahkan yang tak kalah mengerikan adalah adanya rencana pesta bikini beberapa waktu lalu. Nilai-nilai moralitas yang diajarkan selama mengenyam pendidikan seakan sirna hanya karena kegembiraan dan luapan emosi sesaat. Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab atas segala hal tersebut? Dan bagaimanakah peran yang seharusnya dilakukan oleh segala pihak dalam upaya memperbaiki kualitas moral pelajar pasca UN?
Perbuatan-perbuatan diatas bukan sepenuhnya sebabkan kesalahan dari diri pelajar sendiri yang bertindak tanpa pertimbangan, melainkan juga diakibatkan kurangnya kontrol yang dilakukan oleh orang tua siswa, pihak sekolah, bahkan pemerintah. Maka sudah saatnya diperlukan kerja nyata yang dapat dimulai dari pribadi siswa, lingkungan keluarga hingga lingkungan masyarakat dan pergaulan dalam rangka menjaga dan memperbaiki moralitas pelajar Indonesia. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain melalui 4K(Kesadaran, Keteladanan, Kualitas keimanan, dan Kebijakan).
Pertama, melalui kesadaran. Langkah yang paling dasar untuk membentuk karakter pelajar yang bermoral adalah dimulai dari kesadaran diri pelajar itu sendiri. Karena pada dasarnya, kesadaran yang paling nyata dan paling awal itu munculnya dari pribadi kita sendiri. Para pelajar harus memiliki kesadaran bahwa mereka adalah pemuda-pemudi yang berpendidikan dan berakal. Selain itu, mereka adalah penentu kualitas dan kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, mereka harus selalu berpikir sebelum bertindak dan berbuat. Mereka harus berpikir apakah yang dilakukan itu bermanfaat atau justru bermudharat dan tak ada gunanya, dan apakah hal yang mereka lakukan itu pantas jika dilakukan seorang yang terpelajar. Sehingga, mereka harus selalu berusaha untuk senantiasa menunjukkan perilaku yang mencerminkan moralitas pelajar yang bermartabat bukan justru sebaliknya.
Kedua, melalui keteladanan. Moral, etika, dan akhlak yang kita miliki bukan hanya dipengaruhi oleh diri sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan bergaul dan tempat bersosialisasi. Oleh karena itu, para pelajar harus pandai-pandai memilih dan memilah teman dan tempat bergaulnya. Hendaknya mereka mengutamakan untuk memilih teman yang menunjukkan keteladanan untuk bersikap dan bermoral baik. Sehingga mereka nantinya juga akan terpengaruh dan terbiasa untuk ikut berbuat dengan moral dan akhlak yang terpuji yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian yang baik pula. Bukan justru terpengaruh oleh pergaulan bebas dan budaya yang menyimpang dari moralitas seorang pelajar. Keteladanan yang ada juga harus ditunjukkan oleh pihak orang tua, guru, dan pihak sekolah. Mereka harus memberikan teladan sekaligus membiasakan siswa untuk senantiasa memperhatikan etika dan moral saat bertindak dan berbuat segala sesuatu.
Ketiga, melalui kualitas keimanan. Agama sangat dibutuhkan peranannya dalam mengatasi segala bentuk dekadensi moral remaja yang ada. Mantan presiden RI pertama Ir. Soekarno berulang-ulang menegaskan: “Agama adalah unsur mutlak dalam national and character building” (sumahamijaya dkk.2003:45). Tidak ada jalan lain yang dapat membebaskan pemuda atau remaja dari segala dekadensi moral kecuali kembali berpegang kepada ajaran agama yang hanif. Agamalah yang dapat memelihara dan melindungi serta memberikan pegangan dan dasar bagi mereka dalam berbuat dan bertindak. Agama juga dapat berperan sebagai pencegah dan pengontrol perilaku siswa. Dan tidak ada perlindungan atau pertahanan bagi remaja untuk melawan berbagai pengaruh yang datang dari luar, kecuali berpegang teguh pada nilai-nilai ajaran Islam atau nilai-nilai kerohanian keislaman. Oleh karena itu, perlu dilakukannya perbaikan kualitas keimanan dan ketaqwaan yang dimiliki oleh seorang pelajar agar segala tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan selalu dilandasi dengan ajaran-ajaran agama islam dengan akhlak yang mulia. Pelajar harus selalu berusaha untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah SWT, dan senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Keempat, melaui kebijakan. Untuk mengatasi masalah merosotnya moralitas pelajar, diperlukan berbagai kebijakan sebagai pencegah dan pengendali perilaku siswa. Kebijakan disini dapat berasal dari lingkungan keluarga, pihak sekolah, dan juga dari pemerintah. Dari sisi keluarga, peraturan yang dapat direalisasikan antara lain dengan menindak tegas segala perilaku anggota keluarga yang tidak sesuai dengan aturan dan ajaran islam. Sedangkan dari pihak sekolah, kebijakan yang dapat dibuat antara lain melarang siswa untuk berhura-hura sebelum menerima hasil kelulusan, mengawasi segala perilaku siswa pasca Ujian Nasional (UN), serta memanfaatkan waktu luang pelajar pasca UN untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang positif dan bermanfaat bagi siswa. Karena berbagai tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh pelajar pasca UN lebih sering disebabkan oleh adanya waktu luang yang tidak digunakan dengan baik. Selain itu, pemerintah juga harus menetapkan kebijakan dalam mencegah terjadinya tindakan tak terpuji yang dilakukan oleh pelajar pasca UN, antara lain dengan memerintah pihak sekolah untuk selalu mengawasi segala bentuk perilaku pelajar sampai dikeluarkannya hasil kelulusan dari pemerintah.
Kesimpulannya, segala bentuk usaha yang dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki moralitas pelajar pasca UN harus dilakukan oleh berbagai pihak secara nyata dan harmonis. Baik dari diri pelajar, lingkungan keluarga dan tempat tinggal, pihak sekolah dan tentunya dari pihak pemerintah.




Comments

  1. Best Real Money Casino Apps in USA 2021 - CasinoWow
    Slots Casino — One of the most recognizable online slots 바카라사이트 games septcasino.com around. This game's most worrione recent is the Playtech 🏆 Best Real Money Casino App: SlotWolf🎁 #1 USA Casino Bonus: Risk Free Spins for sol.edu.kg $1,000🏆 bsjeon.net Best Real Money Casino App: SlotsMillion

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Panduan dan Juknis OSN SMA 2016 Lengkap.

Yth. Bpk/ibu kepsek sma di bawah ini saya beritahukan jadwal OSN Tk SMA Tahun 2016: TINGKAT KAB/KOTA: 1. Selasa 16 Februari untuk mapel Matematika, Fisika dan Kimia 2. Rabu 17 Februari untuk mapel Biologi, Komputer dan Astronomi 3. Kamis 18 Februari untuk Ekonomi, Kebumian dan Geografi TINGKAT PROVINSI: 1. Selasa 22 Maret untuk mapel Mat ematika, Fisika dan Kimia 2. Rabu 23 Maret untuk mapel Biologi, Komputer dan Astronomi 3. Kamis 24 Maret untuk Ekonomi, Kebumian dan Geografi TINGKAT NASIONAL Dilaksanakan di Palembang pada tanggal 15-21 Mei 2016.   Terima kasih. Silahkan bagi yang perlu info dan panduan seputar OSN SMA 2016, bisa download pada link dibawah ini. Juknis OSN SMA 2016 Lengkap Sumber :  http://disdik.jakarta.go.id

Artikel : Indahnya Kemajemukan

Indahnya Pluralisme, Modal Integrasi Bangsa             Sejarah mencatat, bahwa sebagian besar negara di dunia memiliki latar belakang sebagai masyarakat yang majemuk atau plural, begitu pula dengan bangsa Indonesia. Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk atau Plural pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands A Study of Plural Economy (1967). Secara etimologi, kata “ plural ” berasal dari Bahasa Inggris yang berarti beragam. Kata inilah yang kemudian menjadi acuan akan lahirnya pluralisme, yaitu suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya “keberagaman” dan “kemajemukan” dalam suatu kehidupan kelompok masyarakat. Kemajemukan yang dimaksud dapat dilihat dari segi agama, suku, ras, adat, dll. Penerimaan kemajemukan dalam paham pluralisme merupakan suatu yang mutlak dan tidak dapat ditawar lagi. Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima perbedaan bukan berarti m...