Skip to main content

Artikel : Indahnya Kemajemukan

Indahnya Pluralisme, Modal Integrasi Bangsa

            Sejarah mencatat, bahwa sebagian besar negara di dunia memiliki latar belakang sebagai masyarakat yang majemuk atau plural, begitu pula dengan bangsa Indonesia. Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk atau Plural pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands A Study of Plural Economy (1967). Secara etimologi, kata “plural” berasal dari Bahasa Inggris yang berarti beragam. Kata inilah yang kemudian menjadi acuan akan lahirnya pluralisme, yaitu suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya “keberagaman” dan “kemajemukan” dalam suatu kehidupan kelompok masyarakat. Kemajemukan yang dimaksud dapat dilihat dari segi agama, suku, ras, adat, dll.
Penerimaan kemajemukan dalam paham pluralisme merupakan suatu yang mutlak dan tidak dapat ditawar lagi. Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima perbedaan bukan berarti menyemaratkan, tetapi justru mengakui adanya hal-hal yang tidak sama. Hal ini merupakan konsekuensi dari kemanusiaan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang mempunyai harkat dan martabat yang sama, serta tujuan atau cita-cita hidup yang sama, yaitu hidup damai sejahtera lahir dan batin. Namun di lain sisi, manusia berbeda satu sama lain, baik secara individual maupun komunal, dari segi eksistensi, dan juga tata hidup.
Sebagai negara kepulauan terbesar, struktur sosial masyarakat Indonesia yang majemuk memiliki dua ciri utama. Pertama, secara horizontal kemajemukan masyarakat Indonesia dihasilkan oleh adanya perbedaan etnis, ras, adat dan budaya, dialek bahasa, bahkan agama Hampir semua wilayah Indonesia secara geografis, etnis, kultur, dan agama tampak heterogen. Dalam hal ini, tingginya tingkat kemajemukan secara horizontal dapat memperkaya aspek budaya Indonesia. Dimana, karakteristik kemajemukan horizontal ini dapat mengintegrasi dominasi budaya pluralistik di Indonesia dalam satu kesatuan toleransi. Kedua, secara vertikal yang tampak pada adanya perbedaan vertikal antara golongan lapisan atas dan lapisan bawah yang memiliki ketimpangan yang sangat tajam. Model struktur majemuk masyarakat secara vertikal ini cenderung didominasi oleh faktor ekonomi.
           Dalam perkembangannya, secara sosio-historis menunjukkan bahwa keberadaan sebagai negara yang majemuk/pluralistik ibarat “dua mata pisau”. Disatu sisi, kemajemukan yang ada merupakan modal kekuatan, namun di sisi lain dapat menjadi sebuah kelemahan. Dengan kata lain, kemajemukan dapat menjadi “modal” integrasi bangsa, dan dapat pula menjadi “sumber” desintegrasi atau pemecah belah. Semua itu tergantung bagaimana masyarakatnya menyikapi perbedaan dan kemajemukan yang ada. Menganggapnya sebagai pembeda dengan yang lain, atau justru sebagai sarana untuk bersatu membangun kekuatan sebagai bangsa yang besar. Integrasi bangsa merupakan usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Sehingga, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, integrasi nasional sangat mutlak diperlukan.
            Sebagai negara yang memiliki tingkat kemajemukan tinggi, bangsa Indonesia sudah seharusnya memanfaatkannya sebagai sumber kekuatan dan integrasi bangsa. Jangan sampai sikap primordial dan kesukuan justru  didewakan dan akan  memecah belah persatuan bangsa ini.              Sebagai modal integrasi, pluralisme budaya dan agama di sejumlah negara tampak menjadi suatu kekuatan bangsa. Untuk skala internasional, seperti Singapura, India, dan Malaysia, dapat dikatakan pluralistik merupakan suatu keunggulan, kendatipun tidak berarti konflik etnis dan internal tidak pernah terjadi, tapi dibandingkan dengan Indonesia jauh lebih rendah intensitasnya.
            Seringkali konflik dinamika sosial-politik bertalian dengan pluralisme budaya berujung pada terjadinya berbagai konflik sosial bernuansa etnis, politik, budaya, dan agama di berbagai wilayah Indonesia. Sebenarnya, konflik yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah adanya kekerasan atas nama agama dan gerakan separatis. Seperti kasus Poso di Sulawesi Tengah, kasus Sampit di Kalimantan Tengah, dan kasus-kasus separatisme (gerakan pemisahan diri) seperti GAM di Aceh, RMS di Maluku, OPM di Irian Jaya, dan Timor-Timor (sudah merdeka).
            Jika kita tilik lebih jauh dan mendalam, seperti pada kasus kerusuhan yang bernuansa etnis pada tahun 1998, yakni konflik sosial antara etnis pribumi dan keturunan Cina (Tionghoa) sesungguhnya terjadi karena adanya krisis moneter dan ekonomi yang tak terkendali, yang kebetulan etnis Tionghoa kala itu lebih mendominasi ekonomi nasional. Sehingga, perlu dicatat bahwa, yang melatarbelakangi kasus kerusuhan etnis itu bukan pluralisme tetapi ketimpangan sosial, ekonomi dan politik. Sama halnya dengan kasus separatisme di sejumlah daerah sebetulnya tidak terlepas dari ketimpangan kekuasaan dan pembangunan antara “pusat” dan “daerah”. Masyarakat di daerah cenderung berpikir bahwa kekayaan negara hanya digunakan di Jakarta secara tidak adil. Sebagai konsekuensi dan bentuk perlawanan, maka mereka mengancam memisahkan diri dari NKRI.
            Jelas, bahwa konflik bernuansa etnis dan agama yang memperlemah kekuatan/integrasi bangsa selama ini, lebih disebabkan oleh faktor ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik, bukan kemajemukan bangsa. Faktor pluralistik atau kemajemukan bukan permasalahan yang sesungguhnya tetapi hanya “faktor pemicu”. Jadi, disinilah diperlukan langkah-langkah nyata yang mampu mengubah kemajemukan bangsa menjadi sebuah modal kekuatan dan integrasi nasional.
            Dalam kehidupannya yang penuh kemajemukan, bangsa Indonesia telah memiliki prinsip yang tepat, yakni “Bhinneka Tunggal Ika”. Prinsip ini memberikan arti bahwa perbedaan bukanlah sebuah penghalang dan perusak persatuan, melainkan salah satu modal integrasi bangsa yang harus disadari oleh segenap masyarakat Indonesia. Perbedaan bukanlah alasan untuk memperbesar jarak diantara sesama, akan tetapi sarana untuk bersama dengan yang lain membangun kekuatan bangsa. Perbedaan janganlah dipandang sebatas pilihan atau ‘ethic of interest’, melainkan dalam persepektif perbedaan sebagai pemberian atau ‘ethic of dignity’.         
Dalam menyikapi kemajemukan yang bernilai positif dan merupakan rahmat dari Allah kepada bangsa kita, salah satu sikap yang harus dikedepankan di dalam kemajemukan itu adalah tasamuh atau toleransi. Sikap tasamuh sangat diperlukan untuk mengikis adanya primordialisme dan kesukuan. Menghargai dan memahami substansi perbedaan dengan niat menemukan kebenaran dan persinggungan mutlak dilakukan dengan saling membuka diri dan membuka hati agar tidak salah tafsir dalam memahami perbedaan dan kemajemukan dari berbagai perspektif.
            Selain kesadaran warga, pemerintah juga harus berperan dalam mendorong kemajemukan sebagai modal integrasi. Pemerintah dituntut tidak hanya mempertahankan kebebasan dan persamaan hak yang telah dirintis oleh Gus Dur dan diteruskan oleh Megawati dan SBY, tetapi juga terus mengembangkan semangat saling menghargai dan menghormati  sesama warga Indonesia. Pemerintah Jokowi kini harus terus berjuang menjadikan indahnya kemajemukan bangsa Indonesia ini sebagai modal integrasi dan kekayaan bangsa, bukan sebagai sumber konflik. Jangan lagi terjadi di negeri ini sikap diskriminasi, saling mencurigai, dan saling menyerang atas nama perbedaan.



















                                        

Comments

Popular posts from this blog

Perbaikan Moral Pelajar

Memperbaiki Perilaku dan Moralitas Pelajar Indonesia Pasca Ujian Nasional Setiap bulan April-Mei di Indonesia terdapat sebuah agenda yang kecil   tetapi selalu diperbesar oleh berbagai kalangan, yakni Ujian Nasional atau yang lebih dikenal dengan UN. Mulai dari SD sampai SMA, ujian nasional ini seolah merisaukan mental murid-murid sekolah tingkat akhir di masing-masing jenjang pendidikan. Tapi UN ini bukan saja menjadi momok bagi mereka saja, tapi para guru pengajar, orang tua, hingga pada pemerintah khususnya pemerintah daerah sebagai ajang prestise terhadap kualitas pendidikan yang ada di daerahnya. Sebagian besar siswa cenderung menganggap UN   sebagai sebuah ujian dan cobaan yang sangat berat yang seakan menjadi salah satu momok yang sangat mengerikan dalam bidang pendidikan. Mereka menganggap bahwa masa depan dan hidup mereka akan lebih baik hanya dengan hasil UN yang mereka capai. Sehingga banyak dari mereka yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh nilai yang...

Panduan dan Juknis OSN SMA 2016 Lengkap.

Yth. Bpk/ibu kepsek sma di bawah ini saya beritahukan jadwal OSN Tk SMA Tahun 2016: TINGKAT KAB/KOTA: 1. Selasa 16 Februari untuk mapel Matematika, Fisika dan Kimia 2. Rabu 17 Februari untuk mapel Biologi, Komputer dan Astronomi 3. Kamis 18 Februari untuk Ekonomi, Kebumian dan Geografi TINGKAT PROVINSI: 1. Selasa 22 Maret untuk mapel Mat ematika, Fisika dan Kimia 2. Rabu 23 Maret untuk mapel Biologi, Komputer dan Astronomi 3. Kamis 24 Maret untuk Ekonomi, Kebumian dan Geografi TINGKAT NASIONAL Dilaksanakan di Palembang pada tanggal 15-21 Mei 2016.   Terima kasih. Silahkan bagi yang perlu info dan panduan seputar OSN SMA 2016, bisa download pada link dibawah ini. Juknis OSN SMA 2016 Lengkap Sumber :  http://disdik.jakarta.go.id