Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Batik di Pasar ASEAN
Batik. Ya, itulah salah satu bukti kearifan dan keberagaman warisan
budaya nusantara. Tak bisa dipungkiri
lagi, batik telah menjadi identititas bangsa Indonesia sejak zaman dulu. Pada
30 September 2009 silam, United Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan batik sebagai warisan
budaya milik bangsa Indonesia dalam sidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Kekayaan
seni budaya tradisional warisan leluhur tersebut, terbilang memiliki potensi
dan daya saing ekonomi cukup tinggi karena saat ini batik telah menjadi salah
satu bagian dari dunia fashion modern.
Industri batik terus berkembang di
berbagai daerah seiring perkembangan zaman, seperti di daerah Pekalongan, Yogyakarta,
Solo. Meskipun telah diakui sebagai warisan budaya bangsa, namun produksi batik
tidak hanya ada di dalam negeri. Terbukti banyak negara lain yang juga memproduksinya,
diantaranya adalah Malaysia, Jepang, China bahkan Afrika. Batik di negara-negara
tersebut juga berbeda dengan di Indonesia. Di Malaysia,batik lebih dominan
dibuat dengan cara printing dari pada dengan tangan. Selain itu,motif yang
digunakan juga lebih kepada motif bunga-bunga. Sementara itu,di China motif
batik yang khas adalah bunga teratai, burung phoenix dan naga. Warnanya juga
lebih cerah dan beragam. Sedangkan di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh
suku Yoruba dengan motif yang menggambarkan kegiatan dan sejarah suku tersebut.
Pada
akhir tahun 2015 mendatang, negara-negara ASEAN sepakat untuk memulai AFTA (Asean
Free Trade Area) atau Kawasan Pasar Bebas ASEAN, dalam rangka meningkatkan daya
saing dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. AFTA ibarat sebagai
dua mata pisau bagi Indonesia. Selain dapat memberi manfaat yang besar, juga
bisa membawa musibah dan masalah, begitu juga yang akan terjadi pada industri batik
nusantara. Dengan adanya AFTA, selain dapat menambah dan memperluas daerah pemasaran,
produk-produk impor juga dapat dengan mudah masuk ke dalam negeri dan bisa saja
menguasai pasar dalam negeri yang membuat industri batik semakin tenggelam.
Dari sekian banyak Negara tetangga, Malaysia adalah negara yang paling provokatif
terhadap Indonesia. Seperti diketahui, sudah sejak lama Malaysia berani main
klaim hak paten terhadap sejumlah seni budaya tradisional Indonesia, termasuk
juga kain batik.
Berlakunya
AFTA akan memberi dampak yang sangat besar dalam perekonomian bangsa. Indonesia
harus memaksa dirinya untuk menjadi negara yang mampu memiliki daya saing yang tinggi dengan negara lain. Lalu
pertanyaannya, apa yang harus para perajin batik lakukan dan apakah peran yang harus
pemerintah berikan dalam menghadapi hal tersebut?. Akankah kita dapat mengoptimalkan
potensi kerajinan dalam negeri untuk meningkatkan perekonomian atau kita justru
semakin terjajah oleh produk-produk impor?.
Menurut
penulis, secara kasat mata Indonesia tampaknya belum begitu siap untuk
mengahadapi AFTA yang sudah ada di depan mata. Terbukti dengan masih tingginya
tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat SDM masyarakat di Indonesia. Terlebih
pada tahun 2014 ini adalah tahun politik dimana masyarakat Indonesia akan lebih
fokus pada hal-hal politik dari pada sektor perekonomian.
Oleh
karena itu, pemerintah sebagai pihak yang berperan paling penting dalam
mengatur perekonomian bangsa, harus melakukan langkah-langkah yang secara nyata
mampu meningkatkan kualitas dan daya saing produk-produk dalam negeri terutama kain
batik yang telah menjadi identitas bangsa, agar mampu bersaing dengan
produk-produk impor guna meningkatkan perekonomian negara.
Beberapa
langkah dan strategi yang harus diambil pemerintah untuk meningkatkan daya
saing produk-produk dalam negeri terutama untuk industri batik adalah :
1)
Pemerintah
harus memberi pengetahuan secara kompleks tentang AFTA 2015 kepada semua pihak yang
dianggap terlibat dalam produksi dan pemasaran batik.
2)
Pemerintah
harus meningkatkan kepercayaan masyarakat dan konsumen agar lebih cinta
terhadap produk-produk dalam negeri, melalui berbagai kegiatan sosialisasi maupun
pameran produk dan kerajinan nusantara.
3)
Pemerintah
harus mengevaluasi dan memperbaiki berbagai sektor dan infrastuktur yang
dianggap berpengaruh dan berkaitan dengan peningkatan produksi dan pemasaran
batik secara komprehensif.
4)
Pemerintah
harus menetapkan hak paten terhadap budaya dan produk-produk dalam negeri. Hal
itu dimaksudkan untuk memberikan apresiasi dan penghargaan terhadap hasil karya
anak bangsa dan juga mencegah akan adanya klaim hak paten dari negara lain.
5)
Pemerintah
harus memberikan dan menyediakan fasilitas penunjang akses produk dalam negeri
ke pasar global untuk memudahkan kegiatan ekspor.
Selain
pemerintah, para pengusaha dan perajin batik juga tak kalah berperan dalam
upaya peningkatkan daya saing produk batik. Mereka juga harus melakukan
beberapa langkah dan upaya yang dapat menambah nilai jual produk batik, diantaranya
:
1)
Meningkatkan
skill dan keahlian (SDM) tenaga kerja yang dimiliki.
2)
Meningkatkan
produksivitas batik yang dibarengi dengan peningkatan kualitas dan mutu dari
batik yang diproduksi untuk menambah kepercayaan konsumen terhadap produk dosmetik.
3)
Para
perajin harus berani untuk berinovasi dan lebih kreatif dalam menghasilkan produk
diantaranya dengan membuat pola dan motif yang baru dan juga membuat inovasi
produk yang berbeda dari bahan utama kain batik, seperti tas, sepatu, dan berbagai macam aksesoris
yang lain.
Yang
terpenting dari semuanya adalah sinergi antara pemerintah dan para perajin batik
dalam usahanya meningkatkan mutu dan daya saing batik. Dan juga kepercayaan dari
masyarakat akan produk-produk dalam negeri.
Comments
Post a Comment